PALU, MEDULA.id – Pakar ekonomi Universitas Tadulako Palu, Mohamad Ahlis Djirimu, memandang program menciptakan 10 ribu wirausaha yang digagas pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) nomor urut 1, Ahmad Ali dan Abdul Karim Aljufri, sebagai langkah strategis untuk menekan kemiskinan ekstrem dan angka pengangguran di wilayah tersebut.
“Ini adalah momen yang tepat karena beberapa alasan. Pertama, 50 persen penduduk Sulteng saat ini terdiri dari generasi milenial ke bawah. Jika digabungkan dengan Gen-X, proporsinya mencapai 80 persen,” jelas Ahlis dilansir dari laman Sulteng Antara.
Lektor Kepala Fakultas Ekonomi Bisnis Untad ini merinci bahwa jumlah generasi Z atau penduduk berusia 10-24 tahun di Sulteng saat ini mencapai 779.580 jiwa atau 24,75 persen dari total populasi. Generasi milenial berusia 25-39 tahun mencapai 787.020 jiwa atau 24,98 persen, sementara generasi X berusia 40-59 tahun mencapai 959.080 jiwa atau 30,44 persen.
Menurut Ahlis, angka-angka ini menunjukkan potensi besar bagi Sulteng untuk memanfaatkan bonus demografi. Ia menambahkan bahwa tingkat pengangguran di Sulteng meningkat dari 2,95 persen pada 2023 menjadi 3,15 persen di 2024, dengan pengangguran tertinggi terjadi di kalangan lulusan SMK, yakni 6,84 persen.
“Kewirausahaan adalah solusi untuk memperkuat kelembagaan ekonomi, terutama bagi mereka yang berada di desil 3-5 dalam data kesejahteraan sosial. Sementara itu, kemiskinan ekstrem di Sulteng berada di desil 1, yang berarti sangat miskin,” jelas Ahlis.
Ia juga percaya bahwa dengan adanya program 10 ribu wirausaha baru dari pasangan AA, sektor-sektor seperti pangan, hortikultura, perikanan, dan perkebunan dapat berkembang pesat, mengingat sektor pertanian merupakan basis utama ekonomi di Sulteng.
Namun, Ahlis juga mencatat adanya dampak negatif dari para pemodal tambang batuan non-logam yang berasal dari luar daerah. Aktivitas tambang ini, menurutnya, telah menyebabkan bencana alam seperti banjir di Kecamatan Ulujadi, Palu Barat, dan mengancam kawasan lain di Donggala Utara serta beberapa wilayah di Kabupaten Tolitoli.
“Sepuluh tahun lalu, saya sudah memperingatkan tentang potensi ‘immiserizing growth’ atau pertumbuhan yang justru merusak kesejahteraan masyarakat lokal. Hal ini terjadi karena pranata sosial yang runtuh, terutama di daerah-daerah yang dulunya subur dan harmonis dengan alam, kini rusak oleh kapitalisme perkotaan,” kritiknya.
Ahlis menekankan bahwa Sulteng memiliki potensi besar sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), dan seharusnya fokus pada pemenuhan kebutuhan pangan dan hortikultura daripada “menjual tanah air” kepada investor luar.
Sementara itu, calon Wakil Gubernur Sulteng, Abdul Karim Aljufri (AKA), dalam kampanyenya mengajak kaum muda untuk “nongkrong bareng” di sentra kreatif guna mengembangkan kreativitas, inovasi, dan mencetak 10 ribu wirausahawan baru.
“Saya dan Kak Ahmad Ali berkomitmen untuk menghadirkan sentra kreatif yang menyediakan berbagai fasilitas, seperti akses permodalan, inkubator bisnis, mentoring, hingga pelatihan wirausaha baru. Kami juga akan menyediakan akses terhadap investasi dan hibah yang mendukung pengembangan startup,” ujar AKA.
AKA menegaskan bahwa bonus demografi di Sulteng merupakan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan kebijakan dan dukungan yang tepat, generasi muda yang produktif dan terampil akan mampu membawa Sulteng ke arah yang lebih maju.
Namun, ia juga mengingatkan tantangan besar di masa depan, yaitu hilangnya sekitar 85 juta lapangan pekerjaan secara global pada 2025 akibat otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI). Oleh karena itu, AKA mengajak anak muda Sulteng untuk bersama-sama menghadapi tantangan ini.
Dalam upaya mendukung penciptaan 10 ribu wirausaha baru, AKA juga menekankan pentingnya infrastruktur yang baik, seperti jalan, jembatan, dan pengairan, serta konektivitas darat dan laut antarwilayah di Sulteng. “Semakin baik infrastruktur, semakin cepat perkembangan usaha,” tutupnya.