MAKI: Pernyataan Menkum soal Denda Damai untuk Koruptor “Terlalu Lucu”

Bagikan Via:

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengkritik pernyataan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas yang menyebutkan koruptor bisa diampuni melalui mekanisme denda damai. Boyamin menilai pernyataan tersebut tidak masuk akal dan menyerupai sebuah lelucon.

“Jangan melawak lah, lawakannya terlalu lucu kalau Pak Menkum itu,” ujar Boyamin sambil tertawa saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/12/2024).

Menurut Boyamin, mekanisme denda damai hanya dikenal dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Ekonomi dan tidak relevan dengan tindak pidana korupsi. Ia menjelaskan, denda damai biasanya berlaku untuk kasus penyelundupan atau pemalsuan merek.

“Menkum yang mengatakan denda damai itu semakin salah. Karena denda damai itu hanya dikenal dalam UU Tindak Pidana Ekonomi, yang di dalamnya penyelundupan, pemalsuan merek, yang sekarang diadopsi di UU Kejaksaan. Itu memang ada denda damai, istilahnya gitu,” ujarnya.

Boyamin juga menegaskan bahwa dalam kasus korupsi, pengembalian kerugian negara tidak dapat menghapus pidana koruptor. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Kalau korupsi, ya tetap UU Pemberantasan Korupsi Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999, jelas pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana,” kata Boyamin.

Pernyataan Supratman: Denda Damai untuk Koruptor

Sebelumnya, Supratman menyatakan bahwa selain pengampunan dari Presiden, koruptor juga dapat diampuni melalui mekanisme denda damai. Ia mengklaim bahwa kewenangan ini diatur dalam UU Kejaksaan yang baru, yang memungkinkan Jaksa Agung untuk menghentikan perkara korupsi di luar pengadilan dengan membayar denda.

“Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, Rabu (25/12/2024), dikutip dari Antara.

Namun, Supratman mengakui bahwa implementasi denda damai masih memerlukan peraturan turunan berupa Peraturan Jaksa Agung. Pemerintah dan DPR, menurutnya, telah sepakat bahwa pengaturan teknis ini cukup dituangkan dalam peraturan internal Kejaksaan.

“Kami sepakat antara pemerintah dan DPR, itu cukup peraturan Jaksa Agung,” ujar Supratman.

Fokus pada Pemulihan Aset

Lebih lanjut, Supratman menyebut bahwa pemerintah tetap memprioritaskan pemulihan aset dalam menangani kasus korupsi. Ia menegaskan bahwa penanganan koruptor bukan hanya soal hukuman, tetapi juga memastikan kerugian negara dapat dipulihkan.

“Yang paling penting bagi pemerintah dan rakyat Indonesia adalah bagaimana asset recovery (pemulihan aset) itu bisa berjalan,” ujar mantan Ketua Badan Legislasi DPR tersebut.

Kendati demikian, Supratman memastikan Presiden Prabowo Subianto akan bersikap sangat selektif dan memberikan hukuman maksimal kepada pelaku yang menyebabkan kerugian negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *