Program Makan Siang Gratis atau “Makan Bergizi Gratis” (MBG) yang dicanangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran secara resmi telah dibahas dalam perencanaan anggaran tahun 2025. Pada saat kajian ini ditulis, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) dan tim transisi Prabowo-Gibran menetapkan besaran anggaran MBG sebesar Rp 71 triliun pada tahap pertama di tahun 2025. Besaran ini dinilai telah memperhitungkan target defisit fiskal sebesar 2.29% – 2.82%. Besarnya anggaran yang akan dikeluarkan serta efektivitas dampak yang akan dihasilkan dari program ini menjadi pro dan kontra diskursus publik. Terlebih anggaran publik dan kebijakan publik sepatutnya dipertanggungjawabkan oleh para pembuat kebijakan.
Program Makan Siang Gratis atau “Makan Bergizi Gratis” (MBG) yang dicanangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran secara resmi telah dibahas dalam perencanaan anggaran tahun 2025. Pada saat kajian ini ditulis, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) dan tim transisi Prabowo-Gibran menetapkan besaran anggaran MBG sebesar Rp 71 triliun pada tahap pertama di tahun 2025. Dilansir dari BBC Indonesia, Besaran ini dinilai telah memperhitungkan target defisit fiskal sebesar 2.29% – 2.82%.
Sasaran dan Tujuan Program MBG Perlu Diperjelas, apakah fokus pada isu Pengentasan Stunting atau Perbaikan Gizi. Bila Program MBG direncanakan untuk mengatasi stunting, masih tidak sesuai target, sasaran dan bentuk programnya. Berdasarkan Perpres No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia jika disandingkan dengan program MBG (Makan Bergizi Gratis) memiliki tujuan yang sama dalam hal percepatan stunting. Namun, dalam hal sasaran, program MBG yang sedang terealisasi ini masih cukup kurang untuk mengentaskan isu stunting di Indonesia. PPS (Percepatan Penurunan Stunting) yang berfokus pada sasaran ibu hamil, ibu menyusui, anak <2 tahun (baduta), remaja puteri (rematri), dan anak usia >5 tahun (balita), yang sasarannya pada 2024 dengan program MBG menjadi timpang dan berbeda daripada sasaran sebelumnya pada program PPS. Isu stunting yang seharusnya diberikan gizi dan nutrisi yang cukup pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi terfokus kepada siswa sekolah. Stunting yang sebaiknya disarankan diberikan pada ibu hamil hingga balita, agar betul-betul mencukupi kebutuhan gizi anak di 1000 HPK mereka.
Program MBG bukanlah solusi praktis untuk penyelesaian masalah stunting. Gambaran kegiatan program MBG kemungkinan hanya akan meningkatkan kecukupan asupan makanan dan gizi serta akses pangan bergizi secara sementara. Namun, permasalahan-permasalahan lainnya, yang sudah terbukti berkontribusi lebih besar mengakibatkan stunting tidak terselesaikan. Contohnya, kemiskinan yang telah terbukti meningkatkan risiko stunting, akan lebih teratasi dengan program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH).
Program MBG juga tidak menyentuh akar masalah isu kedaulatan pangan dimana akses pangan bergizi seringkali tidak terjangkau masyarakat. Salah satu penyebab rumah tangga tidak mampu menyediakan makanan bergizi bagi ibu hamil dan anak-anak, adalah harga bahan makanan non-beras seperti daging, buah, sayur yang tidak terjangkau. Inflasi yang terus meningkat setiap tahun, pajak yang semakin naik, UMR masyarakat yang masih stagnan, angka kasus korupsi yang semakin meningkat sehingga menimbulkan angka kemiskinan yang juga melonjak tinggi. Semua ini merupakan contoh sebab kedaulatan pangan masih susah untuk diakses masyarakat. Padahal, untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, sumber protein dan kecukupan gizi non-karbohidrat lainnya sangat dibutuhkan.
Program-program yang telah atau sedang berjalan masih perlu ditinjau ulang lebih seksama dampak serta efektivitas penganggarannya untuk menurunkan stunting di Indonesia (BKPK, 2023). Merencanakan program baru seperti MBG yang mengambil porsi APBN dalam besaran yang signifikan tanpa terlebih dahulu mengevaluasi program serupa, menyimpan potensi dampak negatif pada efektivitas utilisasi anggaran negara.
Besarnya anggaran program MBG yang mencapai Rp71 triliun memiliki risiko-risiko fiskal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah perlu menyusun prioritas target program MBG pada daerah 3T dan/atau dengan beban stunting atau gizi buruk tertinggi agar program tepat sasaran sekaligus memastikan efisiensi anggaran, Efisiensi anggaran juga harus tetap memperhatikan kecukupan dan kualitas gizi yang merupakan tujuan utama dari program MBG. Dibanding memangkas biaya satuan MBG hingga lebih dari 50% menjadi Rp7,500 yang dapat berdampak buruk pada kecukupan gizi makanan yang diberikan, penentuan prioritas secara bertahap dapat dilakukan dengan menentukan target utama penerima manfaat dan daerah program MBG.