JAKARTA,MEDULA.id – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengumumkan bahwa anggaran subsidi untuk Bus Buy The Service (BTS) atau angkutan massal bus perkotaan pada tahun 2025 akan dialokasikan sebesar Rp177,49 miliar. Angka ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan anggaran pada 2024 yang mencapai Rp437,89 miliar. Direktur Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, Ernita Titis Dewi, menjelaskan bahwa pengurangan anggaran ini berdampak pada penghapusan subsidi untuk beberapa kota pada 2025.
“Dengan pengurangan hampir sepertiga dari anggaran sebelumnya, kita harus berpikir realistis tentang kota mana yang masih bisa dibiayai. Kami akan fokus pada daerah-daerah dengan komitmen tinggi dan yang membutuhkan dukungan lebih lanjut,” ujar Ernita di Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Pada 2024, subsidi BTS diberikan kepada 11 kota, yakni Medan, Palembang, Bandung, Surakarta, Banyumas, Yogyakarta, Banjarmasin, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, dan Makassar. Namun, pada 2025, hanya delapan kota yang akan menerima subsidi, yaitu Palembang, Surakarta, Banyumas, Balikpapan, Surabaya, Makassar, Pontianak, dan Manado.
Kemenhub berharap pemerintah daerah dapat mengambil alih program BTS yang sebelumnya dibiayai oleh pemerintah pusat. Dengan demikian, layanan angkutan umum yang terjangkau tetap dapat berjalan guna mengurangi kemacetan dan polusi yang diakibatkan oleh kendaraan pribadi.
“Subsidi angkutan perkotaan bertujuan untuk memberikan stimulus, meningkatkan minat penggunaan angkutan umum, dan memudahkan mobilitas masyarakat. Tanpa subsidi, biaya transportasi umum akan jauh lebih mahal,” jelas Ernita.
Berdasarkan data dari RPJMN 2020-2024, kerugian ekonomi akibat kemacetan di Indonesia diperkirakan mencapai Rp77 triliun per tahun, dengan Rp65 triliun berasal dari Jakarta dan Rp12 triliun dari kota-kota besar lainnya, seperti Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Ernita menambahkan, modal share angkutan umum di kota-kota besar Indonesia, termasuk Jakarta dan Bandung, masih di bawah 20%, jauh dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura, Hongkong, dan Tokyo yang memiliki modal share angkutan umum lebih dari 50%.
Pakar otonomi daerah, Djohermansyah Djohan, menilai bahwa meskipun beberapa daerah sudah berkomitmen untuk membiayai transportasi umum secara mandiri, pemerintah pusat masih perlu memberikan subsidi berupa Dana Alokasi Khusus (DAK). Hal ini penting untuk memastikan keberlanjutan layanan angkutan umum yang aman, nyaman, dan terjangkau. “Program BTS memerlukan kolaborasi antara Pemerintah Pusat, daerah, swasta, dan komunitas untuk dapat berjalan dengan baik,” ujar Djohermansyah.