PALU, MEDULA.id – PT Citra Palu Minerals (PT CPM), entitas dari PT Bumi Resources Minerals Tbk yang beroperasi di Poboya, Kota Palu, kembali menjadi sorotan akibat dugaan rendahnya kepatuhan terhadap regulasi lingkungan. Sejumlah pelanggaran, mulai dari eksploitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) hingga pengelolaan limbah dan radiasi, dinilai bertentangan dengan berbagai peraturan yang berlaku dan berpotensi merusak keseimbangan ekosistem serta membahayakan keselamatan masyarakat sekitar.
Pengamat lingkungan, Alvandi Hendrawan, mengingatkan bahwa kepatuhan terhadap regulasi lingkungan adalah kewajiban moral dan hukum yang harus dipegang oleh setiap perusahaan. “Kegiatan tambang seperti ini tidak hanya merugikan lingkungan tetapi juga membahayakan kehidupan manusia jika tidak diawasi dengan baik,” tegas Alvandi dalam keterangannya pada Minggu, 9 Februari 2025.
Alvandi kemudian menguraikan sejumlah temuan pelanggaran utama yang diduga dilakukan oleh PT CPM, yang beroperasi di bawah PT Bumi Resources Minerals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode BRMS. Berikut adalah uraian pelanggaran yang ditemukan:
- Penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS)
PT CPM diduga melakukan penambangan di kawasan DAS, yang melanggar PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Regulasi ini menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan DAS sebagai sumber air utama. Selain itu, aktivitas ini berpotensi melanggar UU No. 32 Tahun 2009 yang mewajibkan adanya kajian lingkungan di kawasan yang berisiko tinggi. - Tidak Memiliki Sistem Pemantauan Kualitas Udara
Perusahaan tambang ini juga diduga tidak memiliki izin untuk alat pemantau kualitas udara sesuai ketentuan Permen LHK No. 12 Tahun 2010. Hal ini menunjukkan kurangnya pengendalian terhadap emisi udara yang berpotensi mencemari lingkungan, khususnya di wilayah padat penduduk seperti kampus dan perkantoran yang berada di sekitar area tambang. - Ketiadaan Dokumen Reklamasi Pascatambang
Berdasarkan PP No. 78 Tahun 2010, setiap perusahaan tambang wajib memiliki rencana reklamasi pascatambang. Namun, PT CPM diduga belum menyusun dokumen tersebut, yang berarti tidak ada jaminan pemulihan ekosistem setelah aktivitas pertambangan berakhir. - Belum Melengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Dokumen AMDAL merupakan syarat mutlak untuk setiap proyek pertambangan sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009. Jika PT CPM beroperasi tanpa AMDAL atau rekomendasi lingkungan yang jelas, maka aktivitasnya melanggar hukum dan berisiko besar terhadap kelestarian lingkungan. - Pengelolaan Limbah Cair Tidak Sesuai Standar
Perusahaan ini juga disinyalir melanggar PP No. 22 Tahun 2021 karena tidak memiliki izin pembuangan limbah cair yang sesuai dengan baku mutu air yang ditetapkan. Hal ini menimbulkan risiko pencemaran air permukaan dan air tanah di sekitar wilayah operasional. - Risiko Radiasi terhadap Pemukiman
Aktivitas tambang PT CPM diduga menyebabkan tingginya tingkat radiasi di wilayah pemukiman, kampus, dan perkantoran di sekitar area tambang. Hal ini bertentangan dengan Permen ESDM No. 18 Tahun 2008 yang mengatur mitigasi dampak radiasi dari aktivitas pertambangan.
Potensi Sanksi dan Langkah Lanjutan
Pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan ini membuka peluang bagi pemerintah untuk menjatuhkan sanksi tegas terhadap PT CPM, termasuk penghentian sementara operasional tambang, denda administratif, hingga tuntutan hukum dari masyarakat yang terdampak.
“Jika perusahaan ini terus melanggar tanpa ada perbaikan yang signifikan, maka sebaiknya operasinya dihentikan hingga semua regulasi lingkungan dipenuhi,” tegas Alvandi Hendrawan, mengingat pentingnya perlindungan terhadap ekosistem dan kesehatan masyarakat.
Kepatuhan terhadap regulasi lingkungan bukan hanya sekadar formalitas, tetapi merupakan tanggung jawab perusahaan untuk memastikan kegiatan pertambangan yang dilaksanakan tidak merusak lingkungan dan membahayakan kehidupan masyarakat sekitar.