Dampak Kebijakan Efisiensi Anggaran terhadap Karyawan TVRI Stasiun Sulawesi Tengah: Tanggapan dan Aturan Hukum yang Berlaku

Mediator Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Tengah, Wahyudi. (FOTO: FileSulawesi.com)
Bagikan Via:

PALU, MEDULA.id – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Presiden RI, Prabowo Subianto, mulai memberikan dampak negatif terhadap masyarakat, khususnya di Kota Palu dan Sulawesi Tengah. Salah satu lembaga penyiaran publik yang terdampak adalah TVRI Stasiun Sulawesi Tengah, yang baru-baru ini merumahkan puluhan karyawan dengan alasan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.

Kepala TVRI Stasiun Sulawesi Tengah, Haris Zakaria, SE, M.Si, telah memberikan penjelasan resmi terkait keputusan ini. Menurutnya, kebijakan tersebut dilakukan sesuai dengan instruksi langsung dari direksi dan dalam rangka mendukung upaya efisiensi anggaran pemerintah.

Namun, muncul pertanyaan mengenai apakah langkah merumahkan karyawan tersebut diperbolehkan dan diatur dalam hukum. Wahyudi, Mediator Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Tengah, menjelaskan bahwa PHK atau merumahkan karyawan diatur dalam sejumlah undang-undang, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021.

Menurut Wahyudi, Pasal 150 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mewajibkan pengusaha untuk memberikan pesangon kepada karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Undang-Undang ini juga mengatur hak-hak dasar pekerja, termasuk hak untuk mendapatkan pesangon setelah di-PHK.

Lebih lanjut, Wahyudi menjelaskan bahwa perusahaan memiliki sejumlah alasan yang sah untuk melakukan PHK atau merumahkan karyawan, sebagaimana diatur dalam Pasal 154A UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Beberapa alasan tersebut antara lain adalah penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan; perusahaan melakukan efisiensi anggaran; atau perusahaan mengalami kerugian.

Selain itu, dalam kondisi tertentu seperti perusahaan yang mengalami pailit atau force majeur, perusahaan dapat melakukan PHK. Pekerja yang mangkir atau melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja juga dapat di-PHK sesuai dengan ketentuan dalam peraturan yang berlaku.

Terkait dengan hak-hak karyawan yang di-PHK, Wahyudi mengungkapkan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 mengatur tentang pembayaran pesangon, uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH). Besaran pesangon yang diterima pekerja tergantung pada masa kerja mereka. Namun, jika perusahaan mengalami kerugian atau pailit, perusahaan dapat mengurangi jumlah pesangon yang dibayarkan kepada pekerja.

Pasal 43 PP Nomor 35 Tahun 2021 mengatur bahwa perusahaan dapat mengurangi pesangon yang dibayarkan kepada pekerja, dengan ketentuan tertentu, seperti perusahaan yang mengalami kerugian atau tutup.

Wahyudi juga menambahkan bahwa dalam hal hubungan kerja yang diikat dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja berhak mendapatkan kompensasi setelah kontrak berakhir, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 PP 35 Tahun 2021. Jika hubungan kerja dihentikan sebelum berakhirnya kontrak, pengusaha diwajibkan membayar ganti rugi kepada pekerja sesuai dengan upah yang seharusnya diterima hingga akhir kontrak.

Kebijakan efisiensi anggaran memang memberikan dampak yang signifikan, namun perusahaan tetap wajib mengikuti ketentuan hukum yang berlaku dalam proses PHK atau merumahkan karyawan, termasuk memberikan hak-hak yang sesuai dengan ketentuan yang ada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *