PALU,MEDULA.id – Aksi unjuk rasa terkait keresahan soal tambang emas Poboya terus bergulir beberapa waktu terakhir. Isu yang berkembang meliputi pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, peniadaan skema koperasi, hingga masuknya Grup Salim dan penunjukan Macmahon sebagai kontraktor pengolahan tambang. Berbagai unjuk rasa ini berlangsung di depan gedung perwakilan rakyat, Kantor DPRD Sulteng di Jl Sam Ratulangi, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu.
Keresahan ini turut mendapat respons dari Wakil Ketua DPRD Sulteng, Aristan. Menurut Aristan, salah satu keluhan yang disampaikan oleh warga yang berunjuk rasa adalah bahwa sebelum Grup Salim terlibat dalam pengelolaan tambang, masyarakat lingkar tambang masih dapat mengais rezeki melalui koperasi yang didirikan dengan tujuan mensejahterakan warga sekitar, khususnya masyarakat yang tergantung pada tambang.
“Di mana, peniadaan koperasi dalam pengelolaan tambang emas Poboya adalah bom waktu bagi BRMS dan Grup Salim,” ujarnya pada Minggu, 16 Februari 2025 sore.
Selain itu, pengunjuk rasa juga mengungkapkan keprihatinan terhadap penunjukan Macmahon, perusahaan asing asal Australia, oleh BRMS sebagai kontraktor dalam pengelolaan tambang emas Poboya. Hal ini, menurut mereka, semakin menyulitkan tenaga kerja lokal untuk dapat bekerja di PT CPM, karena Macmahon akan memobilisasi Tenaga Kerja Asing (TKA) mereka untuk bekerja di tambang tersebut.
“Menanggapi keresahan masyarakat ini, sebagai Anggota DPRD, tugas kami melakukan pengawasan dan meminta Kantor Wilayah Imigrasi dan Pemasyarakatan (IMIPAS) untuk benar-benar memeriksa dokumen Visa setiap TKA,” tambah Aristan. “Apakah sudah sesuai regulasi atau tidak sesuai dengan Undang-Undang Keimigrasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 yang mengatur tentang penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia.”
Aristan juga menyoroti kemungkinan pelanggaran terkait penggunaan visa. “Apakah TKA Macmahon menggunakan Visa Kerja atau visa Turis? Jika terbukti melanggar, maka pihak Grup Salim dan BRMS harus memulangkan TKA tersebut ke negaranya,” jelasnya.
Sebagai anggota DPRD Provinsi Sulteng, Aristan mendesak agar perusahaan tambang Poboya sungguh-sungguh memperhatikan aspirasi dan keresahan masyarakat. Menurutnya, jika masalah ini dibiarkan, dapat berpotensi meningkatkan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran di Kota Palu.
“Masalah ini juga akan menimbulkan dampak sosial berupa kecemburuan sosial antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal, serta masyarakat yang menggantungkan hidupnya di tambang emas Poboya,” kata Aristan. “Oleh karena itu, sudah seharusnya PT CPM menyelesaikan masalah ini dengan baik,” tandasnya.