NTT, MEDULA.id – Oknum kepala kepolisian resor (kapolres) Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) terjerat kasus pencabulan anak di bawah umur hingga narkoba. Status Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja kini menjadi tersangka asusila, narkoba, hingga dugaan komersialisasi video pornografi anak di situs luar negeri.
Kasus ini menggegerkan jagat maya. Berbagai pihak khawatir potensi banyaknya korban asusila Fajar (tersangka) yang tidak berani melapor.
- Kronologi Kejadian
Dilansir dari CNN Indonesia, kejahatan ini diduga terendus oleh Kepolisian Federal Australia (AFP) yang kemudian berkoordinasi dengan Hubungan Internasional (Hubinter) Polri. Selanjutnya kasus dilaporkan pada Dirreskrimum Polda NTT pada Rabu, (22/1/2025). Hal ini dibenarkan oleh Kombes Patar Silalahi.
Kamis, (23/1/2025) Polda NTT menyerbu hotel yang diduga menjadi lokasi pencabulan terjadi. Dari penyelidikan tersebut, Polda NTT mengantongi bukti berupa dokumen registrasi di resepsionis, rekaman CCTV, hingga baju korban. Data yang dikumpulkan berdasarkan rekam jejak pelaku di hotel Kristal Kupang, NTT pada Selasa (11/6/2024).
“Adapun beberapa bukti yang kami dapat dari saksi-saksi, ada 9 orang (saksi). Kemudian petunjuk dari CCTV dan dari dokumen di resepsionis,” ujar Patar pada jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025).
Selain itu, terdapat alat bukti surat visum, compact disc (CD) berisikan delapan video kekerasan seksual. Terdapat pula fotokopi SIM tersangka di resepsionis.
“Jadi, tidak terbantahkan lagi, adanya fotokopi SIM di resepsionis di salah satu hotel tersebut atas nama FWSL!” tegas Patar dikutip dari Tempo.
- Daftar Korban
Saat kasus bejat tersebut terungkap, korban yang diketahui merupakan anak di bawah umur berjumlah tiga orang. Namun, perkembangan kasus terbaru korban bertambah satu orang dewasa. Fakta ini dikuak melalui pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Biro Wabprof). Hal ini disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko pada jumpa pers di Mabes Polri, Kamis (13/3/2025).
Tiga korban ialah anak berusia 6, 13, dan 16 tahun serta seorang dewasa berinisial SHDR berumur 20 tahun. Bejatnya, mantan Kapolres Ngada ini merekam kejahatannya lalu menjual video asusila tersebut ke situs pornografi. Konten pornografi anak ini terlacak di situs gelap Australia.
Melalui keterangan Patra, Fajar (tersangka) memesan korban yang berusia 6 tahun dari perempuan berinisial F dengan tebusan Rp.3 juta. F pun membawa korban ke hotel yang sudah dipesan oleh Fajar.
Dikutip dari Tempo, pernyataan Patra Silalahi bertentangan dengan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Kupang Imel Manafe. Imel menyebutkan tiga korban anak di bawah umur tersebut berusia 3, 12, dan 14 tahun.
Saat ini, korban mengalami trauma berat dan mendapatkan pendampingan dari Kemen PPPA, KPAI, dan Kementrian Sosial. Dalam pendampingannya, KPAI menduga masih banyak korban yang belum teridentifikasi.
“Masyarakat yang merasa anaknya pernah menjadi korban atau berinteraksi dengan pelaku, jangan ragu melapor ke UPTD kota Kupang,” himbau Komisioner KPAI Dian Sasmita pada Rabu (12/3/2025).
Dian cemas kasus ini telah memakan banyak korban, tetapi baru empat korban yang berhasil terindentifikasi menimbang informasi di media sosial mengungkapkan kejahatan tersebut berlangsung sejak 2024.
- Jeratan Hukum
Dalam situs resmi Polda Maluku, tercantum ancaman hukuman bagi tersangka. Atas kejahatannya, tersangka terjerat sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Dipikulnya pula beban hukuman pidana dari pasal berlapis di antaranya Pasal 6 Huruf C, Pasal 12, Pasal 14 Ayat 1 Huruf A dan B, Pasal 15 Ayat 1 Huruf E, G, J, dan L UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Eks-Kapolres Ngada itu juga terjerembab dalam Pasal 45 Ayat 1 junto Pasal 27 Ayat 1 UU ITE Nomor 1 Tahun 2024. Sayangnya, semua pasal berlapis tersebut hanya mampu menghukum pelaku selama 15 tahun penjara dan denda Rp.1 miliar.
- Fajar Dimutasi
Sanksi awal yang diterima tersangka berupa mutasi ke satuan kerja Pelayanan Markas atau Yanma Polri. Keputusan ini tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/489/III/KEP/2025 yang keluar pada Rabu (12/3/2025).
- Kritik Tajam Netizen Indonesia
Kejahatan oknum polisi ini seakan melumuri kotoran pada tubuh kepolisian Republik Indonesia (RI). Pasalnya, aksi bejat perwira menengah tersebut dikecam oleh berbagai pihak. Netizen Indonesia turut berbondong-bondong berkomentar miring akan kelakuan tercela tersebut bahkan tidak jarang mencemooh polisi RI.
“Itu yang ketahuan, yang TIDAK ketahuan ada berapa banyak?” tulis akun @mega*.
“Polisi kudu direformasi dan birokrasi dari atas sampai bawah. Masa lapor polisi harus bayar biar gerak, kan, lawak ini OKNUMNYA 90% BEGINI!” komentar akun @fardan*.
“Beban negara, Fajar Janc!” umpat akun @Luthfi.
“Gimana kalo usul ke yang terhormat bapak @listyosigitprabo** supaya anggota polisi tuker guling sama satpam BC*!” celah akun lainnya.
“Sejak hukuman mati dihapus, kriminalisasi meningkat di semua kalangan. Dulu masih sering bersiliweran hukuman tembak mati di Nusa Kembangan, secara psikologis membuat orang yang membuat kejahatan luar biasa bisa dihukum mati, tapi sekarang kejahatan luar biasa bisa diringankan hukumannya. Efeknya banyak kasus besar akhir-akhir ini mulai dari narkoba, korupsi, pembunuhan, dll,” cuit akun @ade_*.
“Kembali kepolisian kita dibua malu secara internasional. Yang notice kasus ini pihak kepolisian Australia,” tulis akun lainnya.
Terdapat ribuan keluhan kekecewaan lainnya. Tidak sedikit yang mendoakan anak keturunannya agar tidak menjadi polisi. Hal ini menjadi gambaran jelas bagaimana rusaknya muruah polisi RI di mata masyarakat.