BUOL,MEDULA.id – Sengketa pertanahan yang menimpa ahli waris mendiang Alex Ibrahim di Kabupaten Buol kembali menyoroti lemahnya kepastian hukum agraria di Indonesia. Meskipun telah memiliki putusan inkracht dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar yang menyatakan tanah milik keluarga Alex Ibrahim diperoleh secara sah, pihak ketiga tetap mengajukan eksekusi atas lahan tersebut — bahkan dengan dokumen yang telah dibatalkan secara administratif.
Awal Mula Sengketa: Kepercayaan yang Dikhianati
Tanah seluas lebih dari satu hektar di Desa Kali, Kabupaten Buol, sebelumnya tercatat atas nama Alex Ibrahim dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 68/Desa Kali. Namun, karena rasa percaya kepada seorang rekan berinisial T, Alex sempat meminjamkan sertifikat tanah tersebut untuk diagunkan ke bank. Kepercayaan itu berujung petaka, ketika T secara sepihak menjual tanah tersebut menggunakan dokumen palsu.
Tanpa persetujuan Alex, T menjual tanah itu kepada dirinya sendiri, lalu kembali dijual kepada pihak ketiga secara beruntun, hingga akhirnya berada di tangan seseorang berinisial SR. Ketika Alex wafat, keluarga baru menyadari bahwa sertifikat tanah mereka telah berganti nama dan kini dikuasai pihak lain.
Kemenangan Hukum yang Tak Diindahkan
Ahli waris Alex Ibrahim menggugat ke PTUN Makassar dan menang. Melalui Putusan No. 56/B/2015/PT.TUN.MKS, majelis hakim menyatakan bahwa proses peralihan hak dari Alex Ibrahim ke T adalah tidak sah karena tidak terdapat akta jual beli yang sah. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan telah dieksekusi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Buol.
BPN kemudian mencabut SHM No. 68/Desa Kali dan menerbitkan sertifikat baru atas nama para ahli waris dengan nomor SHM No. 01701/Kelurahan Kali.
Fakta Hukum Dikesampingkan Pengadilan Negeri
Namun ironi terjadi ketika SR menggunakan sertifikat lama yang secara administratif sudah dibatalkan untuk menggugat ke Pengadilan Negeri Buol. Dalam putusannya, PN Buol justru memenangkan SR, tanpa mempertimbangkan putusan TUN yang telah berkekuatan hukum tetap.
Putusan ini diperkuat hingga tingkat banding dan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung, memunculkan keprihatinan mendalam akan disharmonisasi dalam sistem peradilan di Indonesia.
Ancaman Eksekusi dan Keheningan Institusi
Pada 2023, SR mengajukan permohonan eksekusi pengosongan lahan berdasarkan SHM lama yang sudah dibatalkan. Permohonan ini saat ini berada di meja Ketua PN Buol, dengan rencana konstatering (pemeriksaan lokasi) dijadwalkan pada Kamis, 19 Juni 2025.
Padahal, pihak ahli waris telah menunjukkan bukti resmi eksekusi putusan TUN oleh BPN, serta telah melayangkan somasi kepada SR dan mengajukan permohonan perlindungan hukum ke berbagai lembaga — mulai dari PN Buol, Pengadilan Tinggi Palu, hingga Mahkamah Agung. Sayangnya, tidak ada tanggapan yang memadai hingga kini.
Krisis Kepastian Hukum Agraria
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan betapa mudahnya hukum dipatahkan oleh praktik mafia tanah dan ketidakharmonisan antarputusan lembaga peradilan. Masyarakat pun bertanya-tanya: apakah SHM yang sah dan telah terdaftar masih menjamin kepemilikan tanah, ataukah bisa sewaktu-waktu digugurkan oleh putusan yang mengabaikan fakta hukum?
Penutup: Perjuangan Keluarga Melawan Ketidakadilan
Keluarga mendiang Alex Ibrahim kini tak hanya berjuang mempertahankan tanah warisan, tetapi juga memperjuangkan prinsip kebenaran dan keadilan. Mereka berharap lembaga peradilan dan pemerintah membuka mata atas praktik-praktik mafia tanah yang terus merugikan rakyat kecil.
Sudah saatnya hukum tidak hanya menjadi teks yang bisa ditafsirkan sepihak, tetapi menjadi instrumen yang benar-benar berpihak pada keadilan.
Sumber : Ahli Waris Alex Ibrahim