PPPK Siluman & Gagal Bayar ASN: Donggala di Ujung Krisis Tata Kelola

Bagikan Via:

DONGGALA, MEDULA.id – Masalah gagal bayar terhadap ASN berstatus kontrak perjanjian kerja atau yang dikenal sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Donggala kini menjadi sorotan tajam publik Sulawesi Tengah. Kasus ini dinilai sebagai pukulan telak bagi upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di “negeri Tadulako”.

Dilansir dari Kailipost.com, Tak hanya Donggala, persoalan serupa juga merebak di sejumlah daerah lain, termasuk Kota Palu dan Kabupaten Sigi, yang bahkan disebut-sebut menyimpan “P3K Siluman” — pegawai kontrak yang keberadaannya diduga tidak sah secara administratif. Di Palu, temuan mencengangkan menyebutkan adanya lebih dari 3.000 ASN siluman yang kini tengah diverifikasi faktual oleh tim independen.

Sementara itu di Kabupaten Parigi Moutong, pemerintah daerah telah membentuk panitia seleksi (Pansel) untuk melakukan verifikasi ulang. “Kami ingin memastikan seluruh prosesnya transparan dan sesuai aturan,” ujar Sekdakab Parigi Moutong, Yulfinasran Ahmad, kepada media usai upacara peringatan Hari Pahlawan 10 November lalu.

Demo dan Desakan ke Gubernur

Situasi di Donggala semakin memanas setelah ratusan tenaga PPPK menggelar aksi unjuk rasa menuntut Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, turun tangan. Mereka menilai Pemkab Donggala telah “gagal bayar” tanpa solusi konkret.

Diperkirakan ada sekitar 4.000 PPPK yang terdampak, dan hingga kini belum mendapatkan kepastian pembayaran gaji. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas pelayanan publik dan jalannya pemerintahan di daerah.

Pinjam Dana ke PT SMI, Tapi Dilarang untuk Gaji

Salah satu opsi yang sempat mengemuka adalah meminjam dana ke PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), BUMN di bawah Kementerian Keuangan yang dikenal sebagai penyedia pembiayaan untuk daerah. Namun, aturan jelas menyebutkan: daerah dilarang meminjam untuk membayar gaji ASN atau PPPK.

Mengacu pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah, dana pinjaman hanya boleh digunakan untuk:

  1. Pembangunan infrastruktur daerah atau kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan bagi APBD.
  2. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang difokuskan pada belanja modal — seperti pembangunan jalan, fasilitas kesehatan, dan air bersih.

Sementara itu, pembayaran gaji ASN termasuk dalam kategori belanja operasional rutin, yang wajib dibiayai melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat.

Penggunaan pinjaman daerah untuk belanja rutin dilarang karena berpotensi menimbulkan beban keuangan jangka panjang tanpa menghasilkan aset produktif maupun peningkatan kapasitas fiskal daerah.

Donggala Harus Cari Jalan Keluar

Dengan ketentuan hukum tersebut, satu-satunya langkah realistis bagi Pemkab Donggala adalah melobi langsung ke Kementerian Keuangan RI untuk mencari solusi pembayaran gaji PPPK. Jika tidak segera diatasi, bukan hanya proses pembangunan yang terhambat, tetapi juga stabilitas sosial dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah akan kian menurun.

Sejumlah aktivis menilai Pemkab perlu melakukan restrukturisasi belanja daerah terutama mengurangi porsi belanja infrastruktur demi menyeimbangkan kebutuhan belanja rutin. “Visi-misi bupati dan wakilnya tak akan maksimal kalau masalah PPPK ini terus membebani APBD. Kalau dipaksakan, daerah akan terus ribut,” ujar salah satu aktivis LBH Sulteng saat ditemui di Warung Kopi Jalan Masjid Raya Palu.

Krisis Keuangan atau Krisis Kepercayaan?

Kasus PPPK Donggala kini bukan sekadar soal keuangan daerah, tetapi telah berkembang menjadi krisis kepercayaan publik. Pemerintah provinsi dan pusat diharapkan segera turun tangan untuk memastikan hak ribuan ASN non-PNS terpenuhi tanpa menyalahi aturan keuangan negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *