SUMATERA, MEDULA.id – Bencana hidrometeorologi berskala besar melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera pada akhir November hingga awal Desember 2025. Curah hujan ekstrem yang dipicu oleh pengaruh siklon tropis menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor di Provinsi Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa jumlah korban jiwa terus meningkat. Hingga data terakhir dirilis, sedikitnya 712 orang dilaporkan meninggal dunia, sementara 507 orang masih hilang. Ribuan lainnya mengalami luka-luka, dan puluhan ribu warga harus mengungsi ke tempat yang lebih aman. Upaya evakuasi dan pencarian terkendala akses yang terputus akibat rusaknya jembatan, jalan nasional, serta jaringan komunikasi.
Pemerintah daerah di wilayah terdampak telah menetapkan status tanggap darurat bencana, sementara pemerintah pusat mengerahkan bantuan lintas kementerian, termasuk tim SAR, TNI-Polri, BNPB, dan relawan kemanusiaan. Operasi penyelamatan difokuskan pada wilayah terisolasi yang tergolong rawan dan sulit dijangkau.
Selain curah hujan ekstrem, para pakar menilai kerusakan lingkungan seperti deforestasi dan degradasi daerah aliran sungai turut memperparah dampak bencana. Hilangnya tutupan hutan memperlemah kemampuan ekosistem menahan volume air besar yang datang tiba-tiba, sehingga mempercepat terjadinya banjir bandang.
Bencana kali ini tercatat sebagai salah satu yang paling parah dalam satu dekade terakhir di Sumatera. Ribuan rumah warga mengalami kerusakan berat, ratusan fasilitas publik termasuk sekolah, puskesmas, dan jembatan rusak atau hanyut terseret air. Jutaan warga di tiga provinsi terdampak merasakan dampak langsung maupun tidak langsung dari bencana ini.
Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tetap waspada menghadapi potensi cuaca ekstrem yang masih dapat berlangsung dalam beberapa pekan ke depan. Upaya penanganan darurat, distribusi logistik, serta pemulihan infrastruktur terus dilakukan.
Di tengah duka mendalam ini, kolaborasi kuat antara pemerintah, lembaga kemanusiaan, dan masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk memastikan proses penyelamatan, pemulihan, dan rekonstruksi berjalan efektif sekaligus menjadi momentum memperkuat mitigasi serta restorasi lingkungan agar tragedi serupa tidak kembali terjadi.
